ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR

ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR

ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR


Secara bahasa atau etimologi, istilah ASWAJA merupakan gabungan dari tiga kata yaitu, Ahlun Assunah, dan Aljama’ah. Kata Ahlun berarti golongan, keluarga, kelompok atau komunitas. Kata Assunah berarti hokum, perjalannan, jalan yang di tempuh. Kata Aljama’ah berarti perkumpulan sesuatu yang berjumlah tiga ke atas.

Secara istilah atau terminology, ada beberapa pengertian, yaitu : pertama, ASWAJA adalah kelompok yang konsisten menjalankan sunnah-sunnah Nabi SAW. Dan mentauladani para sahabat Nabi dalam akidah (tauhid), amaliah badaniyah (syariah), dan akhlaq qalbiyah (tasawuf). Kedua, ASWAJA adalah golongan yang dalam bidang tauhid mengikuti imam abu hasan al asy’ari atau imam abu mansyur Al-Maturidi, di bidang fiqih mengikuti salah satu madzahibul arba’ah (Imam abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’I bin Idris, Imam Ahmad bin Hambal), dan dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Al-Ghozali atau Imam Junaidi Al Baghdadi. Ketiga, ASWAJA adalah golongan yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar tawasut, tawazun, ta;adul dan tasamuh. Dengan demikian, ASWAJA adalah aliran pemaham keagamaan yang bercita-cita mengamalkan syariat islam secara murni, sesuai yang dikehendaki oleh Allah. 

Sejarah kemunculan istilah ASWAJA sebagai sebuah nama firqah (sekte) Islam, sebenarnya di pengaruhi dari perpecahan dalam Islam. Sejak peristiwa pembunuhan khalifah Islam ketiga, Utsman bin Affan, sejak saat itulah episode perpecahan dalam tubuh Islam dimulai. Dari peistiwa ini muncul serangkaian perang antara para sahabat. Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah saat itu harus berhadapan perang melawan Sayyidina Aisyah, mertuanya sendiri, yang menuntut qishas darah Utsman bin Affan. Dalam perang yang di kenal dalam perang jamal ini, puluhan sahabat besar dan hafal Al Qur’an gugur terbunuh oleh sesame muslim akibat provokasi dan konspirasi kaum munafiq Yahudi (Abdullah Ibnu Saba’ dkk). Berikutnya pecah perang Shiffin antara pasukan Ali berhadapan dengan pasukan Muawiyah yang kemudian memunculkan peristiwa Tahkim (arbitrase), ide tahkim dari kubu muawiyah menjelang kekalahan pasukannya yang di setujui Ali ini, kemudian menyulut perpecahan di antara pasukan Ali, yang dari sini selanjutnya melahirkan sekte Islam Syi’ah yang mendukung kebijakan Ali, dan sekte Khawarij yang menolak kebijakannya.

Sejak kematian Ali Ibn Abi Thalib pada tahun 40 H atau 661 M, umat islam telah terpecah setidak nya menjadi empat kelompok, Pertama, Syi’ah yang fanatic terhadap Ali dan keluarganya serta membenci Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Kedua, Khawarij yang memusuhi dan bahkan mengkafirkan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah. Ketiga, Kelompok yang mengakui kekhalifahan Muawiyah. Keempat, sejumlah sahabat antara lain : Ibn Umar, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, dan lain-lain, yang menghindarkan diri dari konflik dan menekuni bidang keilmuan keagamaan. Dari aktifitas mereka inilah selanjutnya lahir sekelompok ilmuan sahabat, yang mewariskan tradisi keilmuan kepada generasi berikutnya, sehingga melahirkan tokoh-tokoh mutakallimin, muhadditsin, fuqaha’, mufasirin, dan mutashawwifin. Kelompok ini berusaha mengakomodir semua kekuatan dan model pemikiran yang sederhana, sehingga mudah di terima oleh mayoritas Islam.

Pola umum Islam aswaja sebagai aliran keagamaan yang membedakan dengan aliran keagaman yang lain adalah kecenderungan pemikiran tawasuth, tawazun, ta’adul, dan tasamuh. Keempat sikap inilah yang senantiasa menghindarkan aswaja dari sikap tatharuf (ekstrim) kiri ataupun kanan. Keempat ini pula yang menjadi esensi identitas aswaja dan dengan inilah aswaja membangun keimanan, pemikiran, sikap dan gerakan.

a.       Tawasuth (moderat)

Tawasuth adalah sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak cenderung ke kanan ataupun ke kiri.

b.      Tawazun (berimbang)

Tawazun adalah sikap berimbang dan harmonis dalam mengintegrasikan dan mensinergikan dalil-dalil atau pertimbangan-pertimbangan untuk mencetuskan sebuah keputusan dan kebijakan.

c.       Ta’adul (netral dan adil)

Ta’adul adalah sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang, menyikapi dan menyelesaikan segala permasalahan. Adil adalah sikap proporsional berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing.

d.      Tasamuh (toleransi)


Tasamuh ialah sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam pemikiran, keyakina, social kemasyarakatan, suku, bangsa, agama, tradisi-budaya, dan lain sebagainya.

1 Response to "ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR"

  1. Happy Wednesday Para member setia AGENS128, oke gengs untuk kalian yang mau mencoba bermain sabung ayam di situs terpercaya dan terbesar di Indonesia dengan bonus yang sangat besar dan menggiurkan untuk kalian semua, jadi jangan ragu lagi untuk mendaftarkan diri kalian sekarang juga dan dapatkan bonus bonus yang besar dan juga kemenangan yang besar hanya bersama AGENS128 sekarang juga .

    Untuk keterangan lebih lanjut, segera hubungi kami di:
    BBM : D8B84EE1 atau AGENS128
    WA : 0852-2255-5128

    Ayo tunggu apalagi !!

    BalasHapus